Mazmur 66:20.
Dalam ayat di atas dipakai frase “kasih setia” yang menunjukkan sebenarnya kedekatan makna kata tersebut dengan “kasih karunia”. Ini akan menarik kalau jemaat punya waktu meneliti asal kata dari ayat di atas. Tetapi untuk mempermudah kita coba memakai padanan kata dari Bahasa Inggris untuk memahami kasih karunia.
Bahasa Inggris memakai kata “mercy”, yang biasa kita terjemahkan sebagai “belas kasihan”, dan “grace”, kita terjemahkan sebagai “kasih karunia”. Keduanya secara bergantian menjadi definisi kasih karunia dalam Perjanjian Lama. Lalu apa bedanya? Belas kasihan diberikan kepada orang yang sebenarnya layak dihukum. Sedangkan kasih karunia diberikan kepada orang yang sebenarnya tidak layak menerima suatu pemberian yang mulia. Dua-duanya berasal dari Tuhan yang penuh kasih setia!
Saya rasa bukan suatu kebetulan kemudian di Perjanjian Baru, Zaman Kasih Karunia, kemudian ada 2 tokoh yang menonjol yaitu, Yohanes Pembaptis, dan Yesus. Arti nama mereka menunjukkan bahwa Allah penuh kasih karunia, dan Allah juga (penuh belas kasihan dengan) memberikan keselamatan. Karena ini yang menjadi inti pemberitaan kabar baik, bahwa Allah mengasihi manusia.
Berbicara tentang layak dan tidak layak saya pernah meniru suatu eksperimen yang dilakukan untuk menentukan seorang tokoh layak atau tidak dihukum. Namun sesungguhnya kita semua layak dihukum. Roma 3:23. Jadi ketika sesuatu terjadi kepada kita secara jasmani di Zaman Kasih Karunia ini, saya rasa menurut Alkitab kita tidak bisa mengatakan kita layak atau tidak menerimanya. Karena jelas kita semua sebenarnya tidak layak menerima pengampunan, dan tidak layak menerima yang mulia.
Kita ini bukan “sutradara” dari kehidupan ini. Sesungguhnya manusia tidak punya kuasa untuk mempertanyakan hal-hal yang di luar kemampuannya. Bukan berarti tidak boleh mempertanyakan, tetapi tidak punya kuasa untuk mendapat jawaban sepenuhnya atas pertanyaan tersebut. Coba lihat respons Tuhan kepada pergumulan dan pertanyaan-pertanyaan Ayub berkaitan dengan penderitaannya di Kitab Ayub Pasal 39-41.
Yesus sendiri pernah menjelaskan bahwa kondisi atau nasib yang dialami seseorang tidak ada hubungan dengan “besar atau kecilnya” dosa dan kesalahannya. Lukas 13:1-5. Semua itu berkaitan dengan kasih karunia Allah, seperti yang kemudian Yesus jelaskan mengenai perumpamaan pohon ara yang tidak berbuah. Ayat 6-9. Perhatikan penekanannya adalah ketika seseorang menyia-nyiakan kasih karunia Allah, maka kebinasaan itu pasti jadi bagiannya. Ayat 9.
Saat kita membahas mengenai “Memahami Kasih Karunia”, semoga jemaat bisa tercerahkan dengan mengikuti pengajaran-pengajaran Alkitabiah di Gereja. Kita harus dapat menerima kasih karunia Allah dengan bersyukur atas keadaan kita sekarang. Jauhkan diri dari membanding-bandingkan dengan orang lain, karena Tuhan punya cerita yang khusus untuk masing-masing kita. 2Timotius 2:20.
Semoga hari ini ayat berikut bisa menjadi pencerahan dan memberi kekuatan di tengah kerinduan kita memahami kasih karunia ilahi. Mazmur 139:13. “Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku.”