BAGAIMANA MENANGANI KONFLIK – oleh Ps. Jeff Minandar (Ibadah Raya 2,3 – Minggu, 6 Oktober 2024)

Kejadian 13:8.
Dalam hidup kita tidak bisa mencapai kondisi seperti sekarang ini sendirian. Dalam perjalanan hidup kita, apakah itu masih dalam hitungan tahunan, belasan tahun, atau puluhan tahun. Kita dipengaruhi orang-orang di sekitar kita.

Kita dipanggil untuk hidup dalam sebuah komunitas. Ketika Yesus mengorbankan diriNYA di kayu salib, IA tidak menjadikan orang yang percaya kepadaNYA bergerak sendiri-sendiri. IA mengumpulkan orang-orang percaya itu dalam suatu komunitas, yang kemudian disebut Jemaat atau Gereja.

Saat seseorang ada dalam komunitas tentu saja akan muncul pertentangan. Karena tidak ada orang yang sama persis dengan orang yang lain. Sama halnya juga di dalam diri kita akan selalu ada pertentangan antara satu ide dengan ide yang lain.

Dua ide yang saling bertentangan di dalam diri kita (konflik internal) bentuknya bisa approach-avoidance, approach-approach, avoidance-avoidance, atau double approach-avoidance. Kekuatan di luar diri kita (konflik eksternal) yang saling bertentangan, akan menjadi fokus bahasan kita kali ini.

Ketidakcocokan atau ketidaksetujuan bila dilihat dan disikapi dengan benar akan menjadikan konflik tidak menjadi menakutkan. Maksudnya dengan belas kasihan dan kebaikan hati yang menjadi dasar. Kita dapat melihat konflik dari sudut pandang lain dan melahirkan penilaian yang tidak semata-mata negatif, baik misalnya di dalam pekerjaan, keluarga, atau komunitas.

Yesus adalah tokoh Alkitab yang menangani konflik dengan sangat baik. Kita melihat 2 komponen yang disebutkan di atas (belas kasihan dan kebaikan hati) ada dalam diriNYA dengan melimpah. Meskipun manusia selalu tertarik pada penyelesaian konflik dengan mengedepankan ketidakcocokan.

Kita belajar dari kisah-kisah Yesus berikut:

  1. Yesus dan Perempuan yang Berzina (Yohanes 8:1-11): Orang-orang Farisi membawa seorang perempuan yang tertangkap basah berzina kepada Yesus, berharap untuk menjebak-Nya dalam konflik hukum. Namun, Yesus merespon dengan bijak dan belas kasihan. Dengan perkataanNYA Yesus menunjukkan pengampunan dan mendorong orang-orang yang menjebakNYA tanpa perkataan kasar ataupun emosional.
  2. Yesus menyembuhkan di Hari Sabat (Markus 3:1-6): Dalam Rumah Ibadat, Yesus menyembuhkan yang diprotes banyak pemimpin agama. Namun Yesus tidak menghindari konflik, Yesus malahan menantang mereka dengan menunjukkan bahwa berbuat baik dan menyelamatkan nyawa adalah lebih penting daripada mematuhi aturan hukum yang kaku.
  3. Yesus dan Petrus (Matius 16:21-23): Ketika Petrus menegur Yesus karena berbicara tentang penderitaan dan kematian-Nya yang akan datang, Yesus menanggapi dengan tegas. Yesus dalam kisah ini menghadapi konflik langsung dengan mengklarifikasi misi-Nya dan menunjukkan bahwa pemikiran manusiawi tidak bisa menghalangi rencana ilahi.

Contoh-contoh ini menunjukkan bahwa Yesus selalu menghadapi konflik dengan kebijaksanaan, belas kasihan, dan hati yang penuh kasih, serta mengajarkan kita untuk melakukan hal yang sama dalam kehidupan kita sehari-hari.

Mari kita mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut saat menghadapi konflik:
A. Menghadapi Ketidaksepakatan di Rumah Tangga:
– Apakah ada yang memicu emosi negatif dalam diri kita?
– Cobalah melihat situasi tersebut dari sudut pandang orang lain. Apakah kita bisa menemukan belas kasihan dan kebaikan hati dalam situasi itu?

B. Menghadapi konflik dengan rekan kerja atau teman:
– Apakah ada konflik yang belum terselesaikan?
– Renungkan bagaimana Yesus mungkin akan merespons situasi tersebut dan bagaimana kita bisa meniru belas kasihan dan kebaikan hati-NYA.

C. Konflik dalam Komunitas atau Gereja:
– Bagaimana kita bisa berperan sebagai pembawa damai?
– Adakah saat kita merasa gagal menunjukkan belas kasihan dan kebaikan hati.

Arsip Catatan Khotbah