Efesus 2:19
Ketika kata “cinta” disebutkan, apa yang pertama kali muncul di pikiran jemaat? Bagi banyak orang muda mungkin itu adalah sesuatu yang ditunjukkan di kisah film romantis. Bagi yang dewasa dan sudah lebih berpengalaman mungkin cinta adalah pengalaman yang menyakitkan, karena alasan yang berbeda-beda. Tetapi cinta bukan sekadar suatu perasaan atau pengalaman.
Kalau menurut DEWA (ini adalah nama grup musik Indonesia yang di tahun 2000 mengubah nama dari Dewa 19 menjadi Dewa, dengan salah satu lagu hits mereka “Lagu Cinta”), dalam lirik “Lagu Cinta” ciptaan Dhani Ahmad Prasetyo, disebukan cinta itu butuh pengorbanan. Menariknya di lagu itu ada juga sebaris lirik “cinta bukan sekadar buaian, belaian, peraduan”. Ini kalau mau diterjemahkan bebas, bahwa cinta bukan sekadar kontak badani atau hubungan seksual!
Saya percaya bahwa kita semua bersalah di masalah ini, secara sadar atau tidak sadar, diakui atau tidak. Setidaknya kalau kita berkaca pada khotbah yang disampaikan Gembala tentang “Bijak Menggunakan Pedangmu”. Kesalahan itu bisa terjadi dari level pikiran sampai ke level tindakan. Tetapi jangan juga kemudian gegabah dengan berkata daripada bersalah di pikiran, lebih baik sekalian dilakukan saja, karena dosanya sama. Ini adalah tindakan bodoh, karena kita tidak pernah melemparkan tubuh kita ke dalam api hanya untuk merasakan panasnya, bukan? Ironi dari penulis lagu yang kita bahas tadi adalah dia jatuh hati kepada wanita lain yang bukan istrinya saat itu, dan semakin mengaburkan apa yang dimaksudnya dengan “cinta butuh pengorbanan”. Itulah mengapa kita harus kembali kepada Alkitab sebagai dasar bertindak yang benar. Mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama (termasuk tentunya keluarga) lebih besar (atau bisa dikatakan lebih berat) dari sekadar berkorban harta, kalau kita mendalami perkataan seorang ahli Taurat di Markus 12:32-33. Cinta adalah pengorbanan, cinta bukan jalan untuk mendapat kesenangan semata!
Cinta (yang berasal dari kata sanskerta) dan kasih (berasal dari kata jawa kuno) melibatkan pikiran dan perasaan seseorang. Tetapi cinta adalah suatu pilihan, karena kalau mengandalkan perasaan maka Yesus akan memilih untuk cawan itu (penderitaan di salib) lalu dari dirinya. Matius 26:39. Atau kalau kita mau terapkan itu di dalam kehidupan Keluarga seperti yang dituliskan di Kolose 3:18-22 maka untuk tunduk, untuk mengasihi dan tidak berlaku kasar, untuk taat, untuk tidak menyakiti, untuk takut akan Tuhan semua ini adalah pilihan.
Jika kita mencintai, mengasihi suami kita, pilihlah untuk tunduk. Jika kita mengasihi istri kita, pilihlah untuk tidak berlaku kasar. Jika kita mengasihi orang tua kita, pilihlah untuk taat. Jika kita mengasihi anak kita, pilihlah untuk tidak menyakiti. Jika kita mengasihi orang yang berkuasa atas kita, pilihlah untuk menaati seperti kita takut akan Tuhan. Ayat 18-22 diawali dengan ayat 17 dan diakhiri dengan ayat 23 yang membawa fokus cinta, kasih kita kepada Tuhan Yesus Kristus.