MELAYANI – oleh Ps. Jeff G. Minandar (Ibadah Raya 2 – Minggu, 16 Maret 2025)

Yohanes 13:12-17.

Saya percaya kita semua datang dengan kerinduan untuk melayani. Melayani adalah sesuatu yang dilakuan oleh seseorang yang sadar bahwa hidup mereka bukan untuk diri mereka sendiri. Definisi operasional dari melayani ada dua kategori, bergantung dengan latar belakang siapa yang dilayani.

Pertama, kita bisa melayani orang-orang yang dekat dengan kehidupan keseharian kita. Misalnya di keluarga, rekan-atasan-bawahan di tempat kerja atau di tempat studi, atau di tengah-tengah komunitas tempat tinggal kita. Kedua, saat melayani sesama, baik orang percaya maupun bukan orang percaya, selain orang-orang yang disebut di kategori pertama tadi.

Kalau kita ingin menjalani hidup dengan bijaksana, kita harus bisa memaknai secara pribadi kata “melayani” ini. Karena akan menjadi tidak bijaksana seseorang yang menghindar untuk melayani, karena ia melewatkan makna sesungguhnya dari hidup. Kejadian 1:26. Demikian juga seseorang yang melayani tanpa mengerti makna melayani, karena ia akan melakukannya tidak dengan segenap hati. Yesaya 29:13.

Seseorang yang melayani perlu mengalami perubahan atau pemulihan dalam hatinya. Hal ini akan menyiapkan dirinya untuk melayani. Melayani itu tidak mudah, dibutuhkan kekuatan dan keteguhan hati. Lihat apa yang dikatakan Tuhan kepada Yosua di awal kepemimpinannya. Yosua 1:7. Tuhan mengatakan, “kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu dengan sungguh-sungguh”.

Saat melayani akan timbul perasaan tidak nyaman, akan ada keputusan-keputusan yang harus diiambil, dan akan ada konsekuensi yang mengikuti setiap keputusan.  Jangan mudah kecewa, ingat kita sedang menjalani hidup dengan bijaksana, demi Tuhan.

Ada ayat di Perjanjian Lama yang menyebutkan kata “pelayanan”. 2Tawarikh 31:21. Raja Hizkia melakukan pelayanan kepada Allah. Dari ayat ini kita bisa menarik beberapa nilai mengenai pelayanan.

1. Pelayanan bukanlah kata eksklusif yang hanya dipakai di gereja. Dikatakan dalam ayat ini “dalam pelayanannya kepada Rumah Allah” berarti pelayanan bisa juga diarahkan kepada yang bukan Allah. Pelayanan bisa dilakukan kepada raja, negara, pimpinan, atau kepada suatu institusi tertentu. Maka sekarang pertanyaannya: “Pelayanan yang sekarang kita lakukan ini untuk siapa?”

    Ternyata ada jebakan-jebakan yang dapat merusak pelayanan kita kepada Allah. Ada aktivitas-aktivitas pelayanan yang kita pikir sedang dilakukan untuk melayani Tuhan. Padahal yang sebenarnya terjadi, bukan Allah yang kita layani, namun:

    1. Perut (Roma 16:18).
    2. Mamon (Matius 6:24).
    3. Ego (2Korintus 10:18).

    Kalau kita melihat apa yang Yohanes tuliskan tentang Yesus di pembacaan awal kita, yang nampak malahan sebaliknya. Yesus melayani bukan karena hal-hal tersebut.

    Kembali pada bahasan mengenai Hizkia. Dikatakan juga di 2Tawarikh 31:21, bahwa “ia mencari Allahnya“, ini membawa kita kepada nilai yang kedua.

    2. Pelayanan seharusnya adalah kegiatan yang didasari oleh pencarian akan Allah. Hal ini seharusnya yang menjadi hasil langsung dari sebuah pelayanan: kita menemukan Tuhan! Namun apa yang terjadi, banyak pelayanan yang terfokus pada pelayanan sebagai aktivitas, bukan pencarian Tuhan.

    Bagaimana hati kita terhadap Tuhan? Ini poin terakhir dari tindakan Hizkia yang tercatat dalam 2Tawarikh 31:21.

    3. Pelayanan yang dilakukan dengan segenap hati akan menuai keberhasilan sebagai “tuaian”. Banyak pelayan yang bermimpi besar. Saya suka sekali dengan kisah Yusuf dan mimpi-mimpinya.

    Banyak orang terlena dengan mimpi-mimpi keberhasilan, fokus pada keberhasillan pelayanan, Fokusnya selalu pada buah, namun sekarang pertanyaannya apakah seharusnya fokus kita kepada apa yang Yesus sudah buat bagi kita? Yohanes 13:15.

    Arsip Catatan Khotbah