KESETIAAN DALAM KEKRISTENAN – Oleh Ps. Jeff Minandar (Ibadah Raya 2 – Minggu, 10 November 2024)

1Timotius 4:12

Seseorang yang dewasa dalam Kristus harus menjadi dampak (Ing.: “impact”). Dari kata asing ini kita bisa mendapat singkatan: I.M.P.A.C.T. Intimacy, Maturity, Persistence, Action, Character, Transformation. Jika diterjemahkan bebas: Keintiman, Kematangan, Ketekunan, Perbuatan, Karakter, Perubahan. Saya menyebut hal-hal ini: bahan dasar, sesuatu yang membentuk hal lain. Dalam hal ini membentuk seorang Kristen yang dewasa. Ketika bahan dasar ini menjadi nyata dalam hidup kita, pasti kita akan memberikan dampak dalam banyak area hidup kita. Bayangkan jika semuanya kita miliki? Kita akan memiliki hidup yang berpengaruh. Menariknya semua hal yang disebutkan di atas itu butuh unsur kesetiaan di dalamnya.

Apakah kita harus setia? Memang semua kita diciptakan berbeda. Kita semua dilatih untuk membandingkan diri kita dengan “standar.” Standar itu ada untuk menunjukkan suatu perbedaan atau kesamaan.  Sebagai orang Kristen standar kita adalah firman Tuhan. Dalam Galatia 5:22-23 disebutkan mengenai buah Roh yang dihasilkan orang-orang yang hidup oleh Roh. Ayat 16. Sangat menarik bahwa “kesetiaan” menjadi standar itu. Kita menjadi manusia rohani jika menghasilkan/menunjukkan kesetiaan. Saya rasa saya akan membahas mengenai kesetiaan yang membentuk keintiman untuk kali ini, semoga ada kesempatan lain untuk membahas sisanya.

Keintiman terkait dengan seseorang yang dapat kita lihat dan sentuh. Saya akan mencoba mengelompokkan orang-orang yang intim dengan kita dalam tahap perkembangan manusia:

– Dari 0-5 tahun – Orang tua (ayah, ibu, atau keduanya).
– Dari 6-15 tahun – Teman-teman (di sekolah, gereja, atau tetangga kita).
– Dari 16-22 tahun – “Teman-teman” (pacar, sahabat).
– Dari 23-70 tahun – Pasangan (suami, istri, rekan kerja atau pelayanan). Jika suatu pasangan memiliki anak (fisik, spiritual, atau melalui adopsi), maka anak tersebut menjadi orang-orang yang intim dengan pasangan itu.

Keintiman kita dengan orang lain akan berakhir. Karena kita menyadari bahwa kita tidak bisa mempertahankan mereka selamanya karena waktu. Keintiman juga akan berakhir saat seseorang memilih menjadi tidak setia. Hal ini tentu akan sangat menghancurkan hati kita, tetapi kita belajar untuk setia, supaya kita bisa memelihara keintiman dengan orang lain. Namun demikian ada seseorang yang benar-benar signifikan, dan kita tidak akan pernah kehilangan-Nya.

Tuhan berkata bahwa “Sekalipun seorang ibu melupakan anak yang disusuinya, Aku tidak akan melupakan engkau!” (Yesaya 49:15). Saya mengalami perundungan saat di sekolah dasar dan menengah, namun saya tahu Tuhan adalah teman saya yang tidak pernah mengecewakan. Yesus berkata saya adalah sahabat-Nya karena Dia menyerahkan nyawa-Nya untuk saya, Dia percaya bahwa saya dapat melakukan segala sesuatu yang Dia perintahkan, dan Dia mengungkapkan tentang rencana Tuhan yang membuat hidup saya menjadi bermakna (Yohanes 15:13-15). Ingat DIA setia, bahkan saat manusia tidak setia. 2Timotius 2:13.

Tuhan adalah Bapa bagi anak yatim dan pembela para janda (Mazmur 68:5), kita tidak pernah berjalan sendirian. Lalu yang terakhir tapi tidak kalah penting, ketika kita membawa hati yang hancur kepada-Nya, itulah korban kita bagi Tuhan, dan Dia tidak akan menolak hati yang hancur (Mazmur 51:17).

Allah terlebih dahulu menunjukkan kesetiaanNYA. Sekarang kita juga perlu menjadi setia, bagi Tuhan, juga bagi sesama. Kita hanya akan mempertahankan keintiman yang membawa dampak, saat kita menunjukkan kesetiaan.

Arsip Catatan Khotbah